Pendengar nurani yang di Rahmati Allah..
Namaku Ana, sejujurnya sangat sulit bagiku menceritakan kisah hidupku, namun ku merasa akan banyak manfaat yang dapat kalian petik, Insyaallah.. aku hanya ingin menceritakan lika-liku perjalananku keimanan dalam hidupku. Semoga setelah mendengarnya kalian tidak salah kaprah terhadap organisasi islam disekitar kalian.
Aku terlahir dari keluarga yang mempunyai latar belakang agama yang baik. Ayahku seorang pegawai yang sukses dalam karirnya di usia muda dia telah mencapai pangkat yang tinggi di tempat ia bekerja, ayahku juga seorang Da’i kadang dia dipanggil ustadz karena kebiasaannya mengisi ceramah dan khutbah dimana-mana. Ibuku hanya seorang Ibu Rumah Tangga biasa yang melimpahkan kasih sayangnya pada kami semua. Hidupku begitu sempurna, seakan kebahagian hanya ada dalam keluarga kami, dari sisi materi dan pendidikan aku dan kakakku tak pernah kekurangan, walau begitu, ayah dan ibu selalu mengajar kami hidup sederhana, dan dari segi ruhiyah, kasih sayang begitu malimpah dari mereka, pendidikan agamapun bagitu tercukupi. Allah begitu melimpahkan RahmatNya dalam keluargaku..
Namun ketika Ayah meninggal dunia, meninggalkan kami semua yang masih dalam masa mencari jati diri, ada sedikit perubahan dalam hidup kami, yang dulunya Ayah sebagai tempat kami menanyakan segala sesuatu telah tiada, kondisi ekonomipun mulai goyah, namun ternyata Allah tak pernah meninggalkan kami. Kembali Dia tetap menjaga kami agar tetap terjaga dalam kehidupan yang Dia Ridhoi. Yah, kakak-kakakku mulai mengenal islam lebih dalam dengan mengikuti berbagai kegiatan islami di sekolah dan kampusnya, mereka mulai sedikit demi sedikit merubah penampilannya, jilbabnya makin lebar, dan mulai sibuk dengan kegiatan yang mereka sebut Tarbiyah. Waktu itu aku masih kecil jadi belum mengerti, dan tak begitu ambil pusing, namun ketika aku masuk SMU, awalanya aku adalah gadis yang tomboy dan cuek, namun berkat kegigihan seorang seniorku dia selalu mengajakku mengikuti ta’lim dan kajian-kajian di sekolah, hingga akhirnya akupun bergabung dengan mereka, kalompok kajian yang bermanhaj salaf.
Sungguh saat itu, ghirohku untuk mengenal islam begitu besar, semua majelis ilmu ku datangi, SMU ku dulu yang begitu ketat terhadap organisasi-organisasi islam bahkan melarang siswanya membentuk organisasi islam di sekolah, namun bagiku itulah tantangannya, dan berkat Rahmat Allah dan atas izinNya, Aku dan beberapa teman akhwat dan ikhwan berhasil mendirikan ROHIS (Rohani Islam) di dalamnya, dengan aku sebagai ketua keputriannya. Dalam sekejap, ROHIS mempunyai peminat yang begitu banyak, bahkan guru-gurupun mulai mendukung kami. Dan Cintaku pada jalan Dakwah semakin besar..
Beberapa tahun kemudian aku tamat, dan mulai kuliah, Alhamdulillah Allah selalu menjagaku, di dunia kuliah yang begitu sibuk kembali Allah mempertemukanku dengan Akhwat-akhwat semanhaj, akupun kembali bergabung dengan mereka, sungguh dakwah telah menjadi pilihan hidupku saat itu, kembali dalam Lemabaga dakwah kampusku aku begitu bersemangat melakukan tugas-tugas dakwah, menjalankan amanah-amanahku, bahkan tak sedikit kagiatan-kegiatan besar kuketuai, dan atas izin Allah kemudian Dia menempatkanku pada posisi puncak diLembaga Dakwah Kampusku sebagai ketua.. Alhamdulillah..
Namun ternyata Allah Maha Benar, Keimanan Manusia akan ada kalanya turun. Aku bukan manusia yang sempurna, dengan kadar keimanan yang selalu tinggi. Aku sampai pada kondisi jenuh, lelah, aku di hadapkan pada sebuah kondisi dimana amanah dakwah yang semakin menumpuk dan mebutuhkan perhatian besar dariku, disisi lain tugas kuliah yang semakin menggila, dan lebih-lebih orang tua yang menuntutku segera menyelesaikan kuliahku. Aku sampai pada titik lelah yang amat sangat, aku bosan dengan semua rutinitasku, walau begitu aku tetap menjalaninya meski tak seghiroh yang dulu, namun semua amanahku kuselesaikan dengan baik, setidaknya itu menurutku. Jujur waktu itu aku begitu bingung, kesibukanku di kampus dan forum terlebih aku kuliah di fakultas tersibuk karena tugas praktikum yang luar biasa, membuatku tak punya waktu dirumah, amanah dirumah tak mampu kuselesaikan, semua terbengkalai sehingga tak jarang ibu dan kakakku jengkel melihatku yang sama sekali tak ada waktu dirumah, bahkan aku jarang pulang karena lebih banyak menghabiskan waktu di sekertariat forum.
Hingga sampai pada akhir kepengurusanku. LPJ mulai di adakan, namun ada hal dalam LPJ yang membuat hatiku begitu sakit, selama LPJ aku merasa tak ada satupun salam kepengurusanku yang kulakukan dengan benar, ada saja keritik pedas dari Pembina dan bawahanku, bahkan tak sedikit yang menganggap kepengurusanku paling kacau dari semua forum, Allah.. benarkah semua amanahku telah kutelantarkan? Benarkah bawahanku tak ada yang kuperhatikan? Sungguhkah semua pengorbananku selama ini yang kuanggap telah sampai pada puncak usahaku tak sedikitpun berarti di hadapan mereka? Lalu apa gunanya semua yang kulakukan jika ternyata hasilnya hanya rasa terdzolimi dari bawahan-bawahanku karena merasa kepemimpinanku yang tak becus. Lalu apa gunanya kukorbankan kuliahku yang sengaja kutunda selesainya karena harus menunggu berakhirnya amanahku di forum. Namun saat itu, semua ku terima dengan hati lapang. Bagiku apapun yang ku lakukan sama sekali bukan untuk mengharap pujian dari manusia, yang ku inginkan adalah Ridho Allah, bukankah Allah tak melihat hasil? Namun yang Dia lihat adalah proses dan usahaku selama ini.
Namun, sakit hati pada akhwat yang sedang berusaha ku tepis kembali ku rasakan, mereka lagi-lagi menyakitiku, dengan kalimat-kalimat kasar yang mungkin bagi mereka adalah tegas, tapi tidak bagiku. Membuat aturan-aturan yang menghendaki semua perhatianku tercurah pada forum dengan alasan, inilah jalan dakwah yang jalannya penuh terjal dan berliku. Kuakui itu benar, namun mudah baginya mengatakan jika kalian jauh dari orang tua, sedangkan aku tak sama, birulwalidainku tetap harus kujalankan pada ibuku yang merupakan orang tuaku satu-satunya, yang saat ini telah renta dan sakit-sakitan, aku harus membantu pekerjaannya, menjaganya ketika sakit, dan semua hal yang mereka tak mampu mengerti. Betapa sulitnya aku meminta izin untuk tak menghadiri rapat ketika aku harus menjaga ibu yang sakit, atau ketika ku harus menggantikan ibu ke pasar sehingga aku terlambat ke rapat, namun ketika ku katakana alasanku sama sekali tak ada wajah simpati atau mendoakan ibuku yang ku dapatkan adalah wajah kesal karena keterlambatanku. Dan yang paling menyedihkan ketika ibuku sakit, sakit rematiknya membuatnya tak mampu bergerak, aku sama sekali tak bisa meninggalkannya karena harus di bopong ke mana-mana, sehingga amanahku hari itu tak dapat ku jalankan, akhirnya aku menghubungi beberapa akhwat untuk menggantikanku. Namun apa yang ku dapat? Tak ada satupun yang mau membantuku. Hatiku hancur kala itu. Di mana ukhuwah yang kau gembar-gemborkan? Dan aku mulai ragu dengan jalan yang ku ambil. Benarkah forum yang kuperjuangkan selama ini? Adakah dalam ajaran Rosul yang mereka lakukan itu? Sungguhkan aturan dan amanah membuat mereka jadi sekaku itu? Benarkah jalanku selama ini?
Aku kecewa, hingga kuputuskan untuk keluar dari jalan dakwah ini. Kutolak semua amanah yang diberikan padaku,ku hindari semua pertemuan dengan akhwat, tak peduli apapun yang mereka katakan, aku hanya ingin menjadi anak yang tak durhaka pada orang tuaku, ku curahkan semua perhatianku pada keluargaku yang selama ini telah ku abaikan, dan betapa bahagia ibuku ketika ia mulai mendapatkanku lebih banyak menghabiskan waktu bersamanya. Ibuku semakin sehat, wajahnya kembali bersemangat. Dan akupun mulai fokus pada kuliahku hingga dalam waktu singkat dapat kuselesaikan dan mencapai gelar sarjana.
Namun tetap ada yang hilang dalam hidupku, aku merindukan jalan dakwah itu, namun juga hatiku menolak dengan sangat untuk kembali, trauma pada semua perlakuan mereka padaku, aku takut dengan segala aturan yang mereka buat yang membuatku merasa seakan tercekik dan tak ada kehidupan dengan keluargaku, bahkan aku sampai pada rasa trauma dan takut bertemu dengan akhwat, tiap berpapasan atau melihat mereka dari jauh, aku sangat takut dan ingin lari. Dan kuputuskan untuk betul-betul lari dari mereka, aku melanjutkan pendidikanku ke pulau jawa.
Disini, di tempat yang baru ini, ku rasakan kebebasan yang amat sangat, aku kini bebas dari semuanya, bebas dari segala aturan yang seolah mencekikku, bebas dari semua tekanan dan tatapan sinis mereka karena sedikit saja kesalahanku, bebas dari amanah-amanah yang membelitku… dan ku berjanji pada diriku untuk lebih fokus pada kuliahku, pada semua tugas-tugas kampusku.. target selesai dengan presdikat cumlaude harus aku pegang. Den benar saja, semua kuliah dengan mudah ku ikuti, pelajaran yang bagi sebagian temanku sulit dapat ku selesaikan dengan mudah, sehingga tak jarang mereka berkumpul di kos ku untuk memintaku mengajarkan kembali pada mereka. Alhamdulillah, aku senang sekali, mata kuliah yang hampir 80% mahasiswanya tak lulus dapat dengan mudah ku lalui. Namun, ada yang hilang dalam diriku, selalu ada yang kurang yang ku rasa, tiap kali ku tebangun di pagi hari, aku merasa mendapati diriku bukan diriku seutuhnya… ada sesuatu yang kosong dan hampa di balik semua prestai yang ku raih, sikap dan pergaulanku kadang tak terkontrol, bercanda dengan akrab dengan lawan jenis, walau tetap ada jarak yang ku pasang karena masih melekat dengan erat di otakku konsep pergaulan dalam islam, tapi tetap saja banyak batasan yang telah di langgar, semua karena siri ini telah merasa tak ada lagi akhwat yang dapat menegurku, tak ada lagi mereka yang dapat menjagaku, yah, aku merindukan sosok-sosok itu, sangat rindu, saudari-saudariku di sana, rindu pada semua kesibukan kami ketika mengerjakan semua amanah dakwah itu. Walau kadang begitu lelah yang kami rasa, tapi tetap saja tiap tetes keringat yang dulu ku keluarkan bagaikan sebutir berlian di akhirat kelak, walau dengan kantuk yang amat sangat kami tetap harus memaksakan mata terbuka ketika harus mabit dan musyawarah hingga dini hari, namun semua ku lalu dengan semangat yang begitu berbeda, ada tujuan yang begitu besar di sana. Dan ghiroh itu yang begitu kurindukan. Namun sekarang tak lagi kurasakan, aku rindu pada lingkaran majelis dzikir itu, dalam naungan para malaikat, walau panas membakar, namun di sisni di hati begitu sejuk mendengarkan untaian kalimat suci yang mebakar semanagat ibadah kami. Aku sangat merindukan itu semua, pada suara lembut murabbiyahku, pada kalimat-kalimat teduh ustazd-uztadzku, pada salam hangat dan pelukan cinta sudari-saudariku.
Aku rindu, dan kuputuskan mencari tempat tarbiyah di sini dipulau jawa ini. Dan Alhamdulillah aku menemukannya, walau harus memulai dari awal tapi tak mengapa, kembali ku rasakan indahnya majelis-majelis itu lagi. Namun itupun tak dapat ku jalani dengan baik karena jadwal yang selalu bertabrakan dengan jadwal kuliahku. Berada di tengah akhwat-akhwat baru serasa aku begitu terasing, namun tetap saja keramahan mereka tetap sama bahkan mereka jauh lebih lembut mungkin kerena suku mereka yang memeng terkenal berperangai lembut, namun entah tetap jasa rasa rinduku pada akwat-akhwatku yang dulu belum terobati, terlebih selama kepergianku ke jawa tak satu pun dari mereka yang menghubungiku, termasuk murabbiyahku dan Pembina forumku, tak satupun yang menanyakan kabarku, padahal hati ini begitu merindukan mereka, akupun malu untuk menyapa mereka lebih dahulu, mengingat aku yang tiba-tiba menghilang dari mereka, aku malu karean aku tau aku yang salah, dan aku piker mereka pun sedang marah padaku, aku takut namun juga sangat rindu.
Akhirnya aku berhasil menyelesaikan kuliahku kurang dari 1 tahun, Alhamdulillah targetku lulus dengan predikat cumlaude dapat terwujud, aku mendapatkan nilai yang sangat memuaskan, Segala puji bagi Allah yang memudahkan jalanku. Dan ini berarti pula waktuku kembali, yah kembali pada bagian hidup yang kemarin aku lari darinya, dan aku harus siap untuk menghadapinya. Aku pulang, namun diluar dugaanku, awalnya ku menyangka mereka pun merasakan rindu padaku seperti yang kurasakan, ku pikir mereka akan segera menenmuiku atau paling tidak menghubungiku ketika tahu aku telah kembali, namun ternyata tidak, tak ada yang menemuiku kacuali akhwat-akhwat yang merupakan sahabat dekatku. Hal ini membuatku enggan untuk kembali berkumpul dengan mereka, entah ada rasa sedih tiap kali melihat mereka dari jauh, bahkan aku takut untuk menyapa mereka, aku takut mereka memperlakukanku dengan dingin, terlebih pada akhwat-akhwat yang mengenalku di forum dan Pembina-pembinaku, apa kata mereka bila bertemu denganku? Akankah mereka marah padaku atau menyindirku dengan kalimat yang pedas kerena amanah-amanah yang telah ku terlantarkan? Aku tetap saja menghindari mereka, bahkan aku tak berani mengikuti tarbiyah lagi, aku tak mau kecewa lagi..
Namun Allah tetap selalu menjagaku, tetap menjaga hatiku dalam dien ini. Rasa rindu pada tarbiyah tak dapat lagi ku bending, kadang aku menangis sendiri di kamar, melihat diriku ini, dengan busana syar’I namun ternyata ilmuku begitu dangkalnya, akankah imanku mampu bertahan bila ku tak segera mengikat diriku kembali dalam lingkar majeliz dsikir itu? Aku tahu syaitan begitu pandai mejerumuskanku, begitu halus bisikannya, menelusup ke hatiku dan mengadu domba ku dengan saudari-saudariku, ku muhasabah semua yang telah ku lewati dalam linangan air mata yang tak terbendung, dan ku menemukan. Sungguh tak ada yang salah dengan saudariku, aku tahu aku yang begitu lemah yang seharusnya mampu bijaksana dengan semua sikap apapun dari mereka, karena betapapun mereka menyakitiku, aku sangat yakin, tak sedikitpun dari mereka yang ingin menjerumuskanku, namun syaitan begitu pandai menjerumuskanku dalam jurang prasangka. Sungguh aku sangat merindukan kalian, dank u meminta maaf pada kalian, terhadap segala prasangka, amarah, dan kekecewaan yang tak pantas ku lakukan pada kalian.. aku menyadari kalian bukanlah malaikat yang suci, kalian manusia yang tetap saja akan mempunyai kesalahan. Begitu pula diriku.. dan satu hal yang ku yakin dari kalian, hati mu, hati ku, hati kita telah Allah ikat dalam sebuah ikatan yang begitu indah, begitu erat, yaitu persaudaraan dalam islam.. Sudariku aku akan kembali, berjuang bersama kalian, mengukir nama-nama kita dalam barisan penegak dien ini. Tanpa prasangka, tanpa dendam,hanya cinta pada Allah dan Menghgarapkan Ridho Allah..
Pendengar nurani yang DiRahmati Allah, hari ini aku telah kembali seutuhnya dalam barisan dakwah ini, sungguh nikmat apa lagi yang lebih indah dari pada nikmat iman dan islam, dan ikatan apa yang lebih indah selain ikatan yang diikat oleh Allah yaitu mencintai kerenaNya. Dan kembali kini ku temukan diriku yang utuh dalam lingkaran majelis dzikir yang diliputi para malaikat, dengan semangat seperti dulu.. Allahu Akbar.. Labbaikallah..
Untuk sudari-sudariku yang telah memilih menjauh dari kami, aku pun pernah kecewa seperti kalian, tapi ketehuilah kita hanya manusia, lapangkan hatimu dan sungguh, tangan-tangan kami tatap terbentang menyambut kalian, bagaimanapun rupa kalian saat ini, kami juga rindu.. Sungguh semua amarah adalah tipu daya syaitan, kembalilah, kami tetep disini menunggumu, tak aka nada yang berubah..
Namaku Ana, sejujurnya sangat sulit bagiku menceritakan kisah hidupku, namun ku merasa akan banyak manfaat yang dapat kalian petik, Insyaallah.. aku hanya ingin menceritakan lika-liku perjalananku keimanan dalam hidupku. Semoga setelah mendengarnya kalian tidak salah kaprah terhadap organisasi islam disekitar kalian.
Aku terlahir dari keluarga yang mempunyai latar belakang agama yang baik. Ayahku seorang pegawai yang sukses dalam karirnya di usia muda dia telah mencapai pangkat yang tinggi di tempat ia bekerja, ayahku juga seorang Da’i kadang dia dipanggil ustadz karena kebiasaannya mengisi ceramah dan khutbah dimana-mana. Ibuku hanya seorang Ibu Rumah Tangga biasa yang melimpahkan kasih sayangnya pada kami semua. Hidupku begitu sempurna, seakan kebahagian hanya ada dalam keluarga kami, dari sisi materi dan pendidikan aku dan kakakku tak pernah kekurangan, walau begitu, ayah dan ibu selalu mengajar kami hidup sederhana, dan dari segi ruhiyah, kasih sayang begitu malimpah dari mereka, pendidikan agamapun bagitu tercukupi. Allah begitu melimpahkan RahmatNya dalam keluargaku..
Namun ketika Ayah meninggal dunia, meninggalkan kami semua yang masih dalam masa mencari jati diri, ada sedikit perubahan dalam hidup kami, yang dulunya Ayah sebagai tempat kami menanyakan segala sesuatu telah tiada, kondisi ekonomipun mulai goyah, namun ternyata Allah tak pernah meninggalkan kami. Kembali Dia tetap menjaga kami agar tetap terjaga dalam kehidupan yang Dia Ridhoi. Yah, kakak-kakakku mulai mengenal islam lebih dalam dengan mengikuti berbagai kegiatan islami di sekolah dan kampusnya, mereka mulai sedikit demi sedikit merubah penampilannya, jilbabnya makin lebar, dan mulai sibuk dengan kegiatan yang mereka sebut Tarbiyah. Waktu itu aku masih kecil jadi belum mengerti, dan tak begitu ambil pusing, namun ketika aku masuk SMU, awalanya aku adalah gadis yang tomboy dan cuek, namun berkat kegigihan seorang seniorku dia selalu mengajakku mengikuti ta’lim dan kajian-kajian di sekolah, hingga akhirnya akupun bergabung dengan mereka, kalompok kajian yang bermanhaj salaf.
Sungguh saat itu, ghirohku untuk mengenal islam begitu besar, semua majelis ilmu ku datangi, SMU ku dulu yang begitu ketat terhadap organisasi-organisasi islam bahkan melarang siswanya membentuk organisasi islam di sekolah, namun bagiku itulah tantangannya, dan berkat Rahmat Allah dan atas izinNya, Aku dan beberapa teman akhwat dan ikhwan berhasil mendirikan ROHIS (Rohani Islam) di dalamnya, dengan aku sebagai ketua keputriannya. Dalam sekejap, ROHIS mempunyai peminat yang begitu banyak, bahkan guru-gurupun mulai mendukung kami. Dan Cintaku pada jalan Dakwah semakin besar..
Beberapa tahun kemudian aku tamat, dan mulai kuliah, Alhamdulillah Allah selalu menjagaku, di dunia kuliah yang begitu sibuk kembali Allah mempertemukanku dengan Akhwat-akhwat semanhaj, akupun kembali bergabung dengan mereka, sungguh dakwah telah menjadi pilihan hidupku saat itu, kembali dalam Lemabaga dakwah kampusku aku begitu bersemangat melakukan tugas-tugas dakwah, menjalankan amanah-amanahku, bahkan tak sedikit kagiatan-kegiatan besar kuketuai, dan atas izin Allah kemudian Dia menempatkanku pada posisi puncak diLembaga Dakwah Kampusku sebagai ketua.. Alhamdulillah..
Namun ternyata Allah Maha Benar, Keimanan Manusia akan ada kalanya turun. Aku bukan manusia yang sempurna, dengan kadar keimanan yang selalu tinggi. Aku sampai pada kondisi jenuh, lelah, aku di hadapkan pada sebuah kondisi dimana amanah dakwah yang semakin menumpuk dan mebutuhkan perhatian besar dariku, disisi lain tugas kuliah yang semakin menggila, dan lebih-lebih orang tua yang menuntutku segera menyelesaikan kuliahku. Aku sampai pada titik lelah yang amat sangat, aku bosan dengan semua rutinitasku, walau begitu aku tetap menjalaninya meski tak seghiroh yang dulu, namun semua amanahku kuselesaikan dengan baik, setidaknya itu menurutku. Jujur waktu itu aku begitu bingung, kesibukanku di kampus dan forum terlebih aku kuliah di fakultas tersibuk karena tugas praktikum yang luar biasa, membuatku tak punya waktu dirumah, amanah dirumah tak mampu kuselesaikan, semua terbengkalai sehingga tak jarang ibu dan kakakku jengkel melihatku yang sama sekali tak ada waktu dirumah, bahkan aku jarang pulang karena lebih banyak menghabiskan waktu di sekertariat forum.
Hingga sampai pada akhir kepengurusanku. LPJ mulai di adakan, namun ada hal dalam LPJ yang membuat hatiku begitu sakit, selama LPJ aku merasa tak ada satupun salam kepengurusanku yang kulakukan dengan benar, ada saja keritik pedas dari Pembina dan bawahanku, bahkan tak sedikit yang menganggap kepengurusanku paling kacau dari semua forum, Allah.. benarkah semua amanahku telah kutelantarkan? Benarkah bawahanku tak ada yang kuperhatikan? Sungguhkah semua pengorbananku selama ini yang kuanggap telah sampai pada puncak usahaku tak sedikitpun berarti di hadapan mereka? Lalu apa gunanya semua yang kulakukan jika ternyata hasilnya hanya rasa terdzolimi dari bawahan-bawahanku karena merasa kepemimpinanku yang tak becus. Lalu apa gunanya kukorbankan kuliahku yang sengaja kutunda selesainya karena harus menunggu berakhirnya amanahku di forum. Namun saat itu, semua ku terima dengan hati lapang. Bagiku apapun yang ku lakukan sama sekali bukan untuk mengharap pujian dari manusia, yang ku inginkan adalah Ridho Allah, bukankah Allah tak melihat hasil? Namun yang Dia lihat adalah proses dan usahaku selama ini.
Namun, sakit hati pada akhwat yang sedang berusaha ku tepis kembali ku rasakan, mereka lagi-lagi menyakitiku, dengan kalimat-kalimat kasar yang mungkin bagi mereka adalah tegas, tapi tidak bagiku. Membuat aturan-aturan yang menghendaki semua perhatianku tercurah pada forum dengan alasan, inilah jalan dakwah yang jalannya penuh terjal dan berliku. Kuakui itu benar, namun mudah baginya mengatakan jika kalian jauh dari orang tua, sedangkan aku tak sama, birulwalidainku tetap harus kujalankan pada ibuku yang merupakan orang tuaku satu-satunya, yang saat ini telah renta dan sakit-sakitan, aku harus membantu pekerjaannya, menjaganya ketika sakit, dan semua hal yang mereka tak mampu mengerti. Betapa sulitnya aku meminta izin untuk tak menghadiri rapat ketika aku harus menjaga ibu yang sakit, atau ketika ku harus menggantikan ibu ke pasar sehingga aku terlambat ke rapat, namun ketika ku katakana alasanku sama sekali tak ada wajah simpati atau mendoakan ibuku yang ku dapatkan adalah wajah kesal karena keterlambatanku. Dan yang paling menyedihkan ketika ibuku sakit, sakit rematiknya membuatnya tak mampu bergerak, aku sama sekali tak bisa meninggalkannya karena harus di bopong ke mana-mana, sehingga amanahku hari itu tak dapat ku jalankan, akhirnya aku menghubungi beberapa akhwat untuk menggantikanku. Namun apa yang ku dapat? Tak ada satupun yang mau membantuku. Hatiku hancur kala itu. Di mana ukhuwah yang kau gembar-gemborkan? Dan aku mulai ragu dengan jalan yang ku ambil. Benarkah forum yang kuperjuangkan selama ini? Adakah dalam ajaran Rosul yang mereka lakukan itu? Sungguhkan aturan dan amanah membuat mereka jadi sekaku itu? Benarkah jalanku selama ini?
Aku kecewa, hingga kuputuskan untuk keluar dari jalan dakwah ini. Kutolak semua amanah yang diberikan padaku,ku hindari semua pertemuan dengan akhwat, tak peduli apapun yang mereka katakan, aku hanya ingin menjadi anak yang tak durhaka pada orang tuaku, ku curahkan semua perhatianku pada keluargaku yang selama ini telah ku abaikan, dan betapa bahagia ibuku ketika ia mulai mendapatkanku lebih banyak menghabiskan waktu bersamanya. Ibuku semakin sehat, wajahnya kembali bersemangat. Dan akupun mulai fokus pada kuliahku hingga dalam waktu singkat dapat kuselesaikan dan mencapai gelar sarjana.
Namun tetap ada yang hilang dalam hidupku, aku merindukan jalan dakwah itu, namun juga hatiku menolak dengan sangat untuk kembali, trauma pada semua perlakuan mereka padaku, aku takut dengan segala aturan yang mereka buat yang membuatku merasa seakan tercekik dan tak ada kehidupan dengan keluargaku, bahkan aku sampai pada rasa trauma dan takut bertemu dengan akhwat, tiap berpapasan atau melihat mereka dari jauh, aku sangat takut dan ingin lari. Dan kuputuskan untuk betul-betul lari dari mereka, aku melanjutkan pendidikanku ke pulau jawa.
Disini, di tempat yang baru ini, ku rasakan kebebasan yang amat sangat, aku kini bebas dari semuanya, bebas dari segala aturan yang seolah mencekikku, bebas dari semua tekanan dan tatapan sinis mereka karena sedikit saja kesalahanku, bebas dari amanah-amanah yang membelitku… dan ku berjanji pada diriku untuk lebih fokus pada kuliahku, pada semua tugas-tugas kampusku.. target selesai dengan presdikat cumlaude harus aku pegang. Den benar saja, semua kuliah dengan mudah ku ikuti, pelajaran yang bagi sebagian temanku sulit dapat ku selesaikan dengan mudah, sehingga tak jarang mereka berkumpul di kos ku untuk memintaku mengajarkan kembali pada mereka. Alhamdulillah, aku senang sekali, mata kuliah yang hampir 80% mahasiswanya tak lulus dapat dengan mudah ku lalui. Namun, ada yang hilang dalam diriku, selalu ada yang kurang yang ku rasa, tiap kali ku tebangun di pagi hari, aku merasa mendapati diriku bukan diriku seutuhnya… ada sesuatu yang kosong dan hampa di balik semua prestai yang ku raih, sikap dan pergaulanku kadang tak terkontrol, bercanda dengan akrab dengan lawan jenis, walau tetap ada jarak yang ku pasang karena masih melekat dengan erat di otakku konsep pergaulan dalam islam, tapi tetap saja banyak batasan yang telah di langgar, semua karena siri ini telah merasa tak ada lagi akhwat yang dapat menegurku, tak ada lagi mereka yang dapat menjagaku, yah, aku merindukan sosok-sosok itu, sangat rindu, saudari-saudariku di sana, rindu pada semua kesibukan kami ketika mengerjakan semua amanah dakwah itu. Walau kadang begitu lelah yang kami rasa, tapi tetap saja tiap tetes keringat yang dulu ku keluarkan bagaikan sebutir berlian di akhirat kelak, walau dengan kantuk yang amat sangat kami tetap harus memaksakan mata terbuka ketika harus mabit dan musyawarah hingga dini hari, namun semua ku lalu dengan semangat yang begitu berbeda, ada tujuan yang begitu besar di sana. Dan ghiroh itu yang begitu kurindukan. Namun sekarang tak lagi kurasakan, aku rindu pada lingkaran majelis dzikir itu, dalam naungan para malaikat, walau panas membakar, namun di sisni di hati begitu sejuk mendengarkan untaian kalimat suci yang mebakar semanagat ibadah kami. Aku sangat merindukan itu semua, pada suara lembut murabbiyahku, pada kalimat-kalimat teduh ustazd-uztadzku, pada salam hangat dan pelukan cinta sudari-saudariku.
Aku rindu, dan kuputuskan mencari tempat tarbiyah di sini dipulau jawa ini. Dan Alhamdulillah aku menemukannya, walau harus memulai dari awal tapi tak mengapa, kembali ku rasakan indahnya majelis-majelis itu lagi. Namun itupun tak dapat ku jalani dengan baik karena jadwal yang selalu bertabrakan dengan jadwal kuliahku. Berada di tengah akhwat-akhwat baru serasa aku begitu terasing, namun tetap saja keramahan mereka tetap sama bahkan mereka jauh lebih lembut mungkin kerena suku mereka yang memeng terkenal berperangai lembut, namun entah tetap jasa rasa rinduku pada akwat-akhwatku yang dulu belum terobati, terlebih selama kepergianku ke jawa tak satu pun dari mereka yang menghubungiku, termasuk murabbiyahku dan Pembina forumku, tak satupun yang menanyakan kabarku, padahal hati ini begitu merindukan mereka, akupun malu untuk menyapa mereka lebih dahulu, mengingat aku yang tiba-tiba menghilang dari mereka, aku malu karean aku tau aku yang salah, dan aku piker mereka pun sedang marah padaku, aku takut namun juga sangat rindu.
Akhirnya aku berhasil menyelesaikan kuliahku kurang dari 1 tahun, Alhamdulillah targetku lulus dengan predikat cumlaude dapat terwujud, aku mendapatkan nilai yang sangat memuaskan, Segala puji bagi Allah yang memudahkan jalanku. Dan ini berarti pula waktuku kembali, yah kembali pada bagian hidup yang kemarin aku lari darinya, dan aku harus siap untuk menghadapinya. Aku pulang, namun diluar dugaanku, awalnya ku menyangka mereka pun merasakan rindu padaku seperti yang kurasakan, ku pikir mereka akan segera menenmuiku atau paling tidak menghubungiku ketika tahu aku telah kembali, namun ternyata tidak, tak ada yang menemuiku kacuali akhwat-akhwat yang merupakan sahabat dekatku. Hal ini membuatku enggan untuk kembali berkumpul dengan mereka, entah ada rasa sedih tiap kali melihat mereka dari jauh, bahkan aku takut untuk menyapa mereka, aku takut mereka memperlakukanku dengan dingin, terlebih pada akhwat-akhwat yang mengenalku di forum dan Pembina-pembinaku, apa kata mereka bila bertemu denganku? Akankah mereka marah padaku atau menyindirku dengan kalimat yang pedas kerena amanah-amanah yang telah ku terlantarkan? Aku tetap saja menghindari mereka, bahkan aku tak berani mengikuti tarbiyah lagi, aku tak mau kecewa lagi..
Namun Allah tetap selalu menjagaku, tetap menjaga hatiku dalam dien ini. Rasa rindu pada tarbiyah tak dapat lagi ku bending, kadang aku menangis sendiri di kamar, melihat diriku ini, dengan busana syar’I namun ternyata ilmuku begitu dangkalnya, akankah imanku mampu bertahan bila ku tak segera mengikat diriku kembali dalam lingkar majeliz dsikir itu? Aku tahu syaitan begitu pandai mejerumuskanku, begitu halus bisikannya, menelusup ke hatiku dan mengadu domba ku dengan saudari-saudariku, ku muhasabah semua yang telah ku lewati dalam linangan air mata yang tak terbendung, dan ku menemukan. Sungguh tak ada yang salah dengan saudariku, aku tahu aku yang begitu lemah yang seharusnya mampu bijaksana dengan semua sikap apapun dari mereka, karena betapapun mereka menyakitiku, aku sangat yakin, tak sedikitpun dari mereka yang ingin menjerumuskanku, namun syaitan begitu pandai menjerumuskanku dalam jurang prasangka. Sungguh aku sangat merindukan kalian, dank u meminta maaf pada kalian, terhadap segala prasangka, amarah, dan kekecewaan yang tak pantas ku lakukan pada kalian.. aku menyadari kalian bukanlah malaikat yang suci, kalian manusia yang tetap saja akan mempunyai kesalahan. Begitu pula diriku.. dan satu hal yang ku yakin dari kalian, hati mu, hati ku, hati kita telah Allah ikat dalam sebuah ikatan yang begitu indah, begitu erat, yaitu persaudaraan dalam islam.. Sudariku aku akan kembali, berjuang bersama kalian, mengukir nama-nama kita dalam barisan penegak dien ini. Tanpa prasangka, tanpa dendam,hanya cinta pada Allah dan Menghgarapkan Ridho Allah..
Pendengar nurani yang DiRahmati Allah, hari ini aku telah kembali seutuhnya dalam barisan dakwah ini, sungguh nikmat apa lagi yang lebih indah dari pada nikmat iman dan islam, dan ikatan apa yang lebih indah selain ikatan yang diikat oleh Allah yaitu mencintai kerenaNya. Dan kembali kini ku temukan diriku yang utuh dalam lingkaran majelis dzikir yang diliputi para malaikat, dengan semangat seperti dulu.. Allahu Akbar.. Labbaikallah..
Untuk sudari-sudariku yang telah memilih menjauh dari kami, aku pun pernah kecewa seperti kalian, tapi ketehuilah kita hanya manusia, lapangkan hatimu dan sungguh, tangan-tangan kami tatap terbentang menyambut kalian, bagaimanapun rupa kalian saat ini, kami juga rindu.. Sungguh semua amarah adalah tipu daya syaitan, kembalilah, kami tetep disini menunggumu, tak aka nada yang berubah..
0 comments:
Post a Comment